Thursday, January 01, 2009

Taiwan (Day 3)

Day 3 in Taiwan

Mengejar Matahari

Saya sangat penasaran dengan sunrise di sana yang diperkirakan muncul pukul 7 pagi. Pukul 5 pagi saya sudah siap-siap untuk berangkat, udara yang sangat dingin, sekitar 3 derajat, seperti berada di dalam kulkas raksasa, tidak menghalangi niat saya bergegas ke stasiun untuk naik kereta ke Chushan (sunrise view point) yang jadwalnya pukul 6 pagi itu. Agak sedikit berlari, selain untuk mengurangi rasa dingin, juga karena udah mau ketinggalan kereta J. Untungnya, penginapan kami dekat dengan stasiun jadi tidak perlu berlari terlalu lama. Setelah membeli karcis seharga 150 NT per orang untuk pergi-pulang (bisa juga membeli tiket one way seharga 100 NT jika kita ingin pulangnya berjalan kaki sambil melihat-lihat Alishan Forest Recreation), kami langsung menuju ke kereta. Alhamdulillah, masih kebagian duduk, walaupun agak sedikit kecewa karena naik kereta yang baru (lho???), soalnya di film yang saya tonton, mereka naek kereta kayu jadi kan lebih berkesan (lagipula di Alishan terkenal dengan kereta kayunya). Ternyata kereta kayu tersebut sedang tidak beroperasi, jadi yang digunakan kereta baru yang terbuat dari besi dan lebih bagus sih J.

Perjalanan menuju Chushan cukup menyenangkan, walaupun teman saya agak sedikit ngeri karena kereta tersebut menyusuri tebing-tebing untuk sampai ke atas, untungnya masih pagi jadi masih gelap, sehingga pemandangan dari ketinggian tidak terlihat dari kereta. Sempat khawatir ketinggalan sunrise, karena sepertinya sudah mulai terang, jadi begitu kereta sampai kami langsung bergegas ke view point. Ternyata masih harus menaiki tangga yang lumayan tinggi dan lumayan jauh, namun karena takut melewatkan moment, mau tidak mau kami harus sedikit berlari lagi ke atas. Alhasil, kami sampai di atas dengan nafas terengah-engah, mana perut lapar lagi karena belum sarapan, udaranya dingin banget, niatnya ingin istirahat sebentar tapi kami harus segera mengambil posisi sebelum tempatnya penuh dengan orang-orang dari berbagai Negara yang juga ingin melihat sunrise di sini, lengkap sudah pengorbanan demi melihat sunrise.

Akhirnya dapat posisi yang bagus untuk menyaksikan pertunjukkan yang sudah dinanti-nantikan itu…ciyeee. Tapi, baru sadar kalau temanku tak ada di samping, ternyata dia beristirahat di belakang karena tidak kuat menahan capek J. Menunggu sunrise di ketinggian kurang lebih 2000 m, sajian pemandangan yang sangat indah, dengan udara yang sangat dingin, meskipun jaket yang saya kenakan sudah rangkap tiga tapi tetap tidak mengurangi rasa dingin yang seakan menusuk kulit itu, dan pengorbanan untuk sampai kesana, sungguh moment yang tak terlupakan.

Rasa dingin seakan sirna tatkala sang mentari muncul dari balik gunung di seberang sana, mulai dari ¼ bagian, ½ bagian, sampai matahari tersebut kelihatan bulat sempurna dengan cahayanya yang menyilaukan tapi lumayan menghangatkan tubuh. Subhanallah, hanya kata itu yang terus menerus saya ucapkan melihat adegan yang sungguh indah tersebut. Sungguh, betapa indahnya ciptaan Allah, setelah cahaya matahari muncul, tampaklah keagungan Allah dalam bentuk pemandangan alam yang mempesona, hamparan gunung berlapis-lapis, awan yang seperti lautan di antara tebing-tebing yang sangat tinggi, beratapkan langit penuh warna yang sangat cantik, dan cahaya matahari yang menembus awan seakan terlihat seperti senter raksasa.

Puji syukur, Alhamdulillah tak lupa kupanjatkan, karena selain diberi kesempatan untuk singgah ke tempat ini, menurut petugas di sana tidak semua turis yang datang bisa melihat sunrise, karena kondisi cuaca di sana yang tidak stabil, dimana kadang-kadang awan begitu tebal sehingga menghalangi kita untuk melihat sunrise. Semua ini terjadi atas izin Allah, bisa melihat ciptaan Allah yang begitu luas dan indah, membuat kita merasa kecil dan tak berarti, sehingga hilanglah semua kesombongan yang ada dalam diri kita.

Di Alishan, saya berkenalan dengan beberapa orang dari berbagai Negara, pertama saya berkenalan dengan Samiko dari Jepang. Dia datang ke Taiwan sendirian lho, hebat. Kami sempat foto bersama dan akhirnya dia pulang bareng dengan kami ke penginapan. Saat perjalanan pulang, di dalam kereta saya mendengar ada yang berbicara logat Jawa, saya dan teman saya langsung mencari-cari asal suara itu, ternyata benar ada orang Indonesia juga yang lagi jalan-jalan ke sini. Kami sempat berkenalan, ternyata dia tinggal di Bekasi, dia sedang berlibur bersama keluarganya ke Taiwan. Terus, kami juga berkenalan dengan Michael dari Hongkong, sayang kami tidak bisa ngobrol lama karena kami mau melanjutkan perjalanan ke tempat yang berbeda jadi kami berpisah di stasiun. Namun, kami bertukar alamat email supaya bisa tetap keep in touch setelah pulang nanti. Lalu, kami bertemu dengan suami istri dari Jerman, mereka bilang kalau di Taiwan dinginnya tidak seberapa dibanding di Jerman. Winter di Negara-negara Eropa bisa sampai -25 derajat, wow. Makanya, rata-rata kalau lagi winter mereka lebih memilih untuk jalan-jalan ke Asia.

Sebenarnya saya ingin keliling Alishan, tapi berhubung waktu yang sempit karena harus segera berangkat ke tempat yang lain jadi saya hanya sempat jalan-jalan dan foto-foto di dekat penginapan saja. Sebelum pulang, tak lupa pamitan dengan bapak yang sudah mengijinkan kami menginap di Visitor Center. Walaupun belum puas berada di Alishan, tapi saya harus segera pergi untuk menuju Kaohsiung, ya mudah-mudahan next time bisa ke sini lagi dan bisa lebih lama, Amin.

Dari Alishan, saya menggunakan bus ke Chiayi, nah dari Chiayi menuju Kaohsiung dengan menggunakan kereta cepat. Sebelum ke stasiun, kami mencari koper dulu, setelah memilih-milih tempat akhirnya kami memilih untuk ke RT-Mart (semacam Hypermart gitu deh). Tapi karena koper yang saya inginkan tidak ada, saya memilih untuk membeli roda saja untuk pengganti sementara supaya kopernya bisa ditarik, setidaknya koper itu tidak terlalu merepotkan ketika kami jalan-jalan J. Setelah masalah koper selesai, kami mampir sebentar di wo ce can untuk membeli teh. Teh di sini terkenal enak, saya memilih liu cha (green tea), sementara teman saya memilih milk tea, di dalam teh ada semacam nata de coco, seger banget deh. Kemudian, kami segera menuju stasiun untuk pergi ke Kaohsiung.

Kaohsiung

Perjalanan ke Kaohsiung tidak memakan waktu terlalu lama, sekitar 2 jam. Tempat wisata pertama yang ingin saya datangi di Kaohsiung adalah pantai di daerah Sijihwan. Untuk sampai kesana, kami naik MRT dari Kaohsiung Main Station. Nah, di Kaohsiung Main Station juga ada loker tempat kita menitipkan barang, jadi saya tidak perlu repot membawa koper yang berat ketika jalan-jalan ke pantai J.Ternyata MRT di Kaohsiung lebih bagus daripada di Taipei (hampir seperti MTR di Hongkong), memang di Taiwan ada 2 kota besar yaitu Taipei dan Kaohsiung. Menurut saya, seharusnya Kaohsiung yang jadi ibukota Negara karena lebih maju dan disini ada bandara internasional juga. Sementara di Taipei tidak ada bandara internasional (adanya di Taoyuan, 1 jam dari Taipei), tapi banyak tempat-tempat bersejarah dan ada Taipei 101 kali ya J.

Udara di Kaohsiung tidak terlalu dingin seperti di Chiayi, mungkin karena di sini daerah selatan yang dekat dengan pantai, jadi meskipun winter, udaranya tetap tidak terlalu dingin apalagi siang hari. Sampai di Sijihwan, kami sedikit bingung rute ke pantai. Akhirnya kami bertanya dengan segerombolan anak SMA yang sedang duduk-duduk di pintu masuk MRT. Untungnya salah satu di antara mereka ada yang bisa sedikit bahasa Inggris, Kevin namanya, ternyata dia pernah tinggal di Hawai selama kurang lebih 2 tahun. Mereka dengan ramah menunjukkan jalan menuju pantai, bahkan akhirnya mereka mengajak pergi bersama karena kebetulan mereka juga ingin pergi kesana. Wah, senangnya, sangat mengasyikkan pergi bersama anak-anak muda, terlihat mereka sangat gaul, dan mereka juga sangat ramah, tidak merasa aneh dengan pakaian kami yang notabene berjilbab.

Sebenarnya untuk ke pantai, setelah keluar MRT bisa naik bus, tapi karena kami beramai-ramai, lebih asyik jalan kaki, karena tidak terlalu jauh juga, sekitar 300 m. Sepanjang perjalanan pun kami asyik mengobrol terutama dengan Kevin yang sedikit bercerita tentang keluarganya yang pernah tinggal di Hawai dan tentang Taiwan, walaupun kadang-kadang pembicaraan kami terhenti karena dia tidak tahu bagaimana mengatakannya dalam bahasa Inggris J. Akhirnya kami sampai di pelabuhan, jadi untuk sampai ke pantai, kita harus menyebrang dahulu menggunakan kapal ferry. Untuk naik kapal ferry, kita harus membayar dengan uang koin 50 NT atau dengan kartu magnetic (seperti kartu flazz gitu), berhubung kami tidak punya uang koin apalagi kartu magnetic itu, akhirnya Kevin membantu membayarkan kami, wah baik sekali, xie xie Kevin J.

Setelah menyebrang, kami berjalan kaki lagi sekitar 200 m dan sampai lah kami di pantai. Kemudian, kami berpisah dengan Kevin dan teman-temannya karena mereka masih menunggu seorang temannya dan mau keliling pantai dengan bersepeda. Sementara saya dan Astri, harus segera mencari tempat untuk shalat karena sebentar lagi maghrib dan kami belum sempat shalat ashar. Kami pun berpamitan dan bertukar nomor handphone karena Kevin berjanji setelah dari pantai ini,malamnya akan mengantarkan kami ke night market yang terkenal di Kaohsiung untuk membeli souvenir.

Setelah berkeliling mencari tempat untuk shalat, akhirnya kami mendapatkan tempat di tempat mainan anak-anak yang terbuat dari kayu (tempatnya agak naik, jadi insya Allah aman dari najis, karena banyak anjing yang berkeliaran di pantai tersebut) dan kami pun shalat dengan beralaskan koran. Memang benar, sebagus-bagusnya negeri orang lebih enak tinggal di negeri sendiri. Meskipun saya senang di Taiwan dan ingin tinggal disini, tapi kalau memikirkan sulitnya untuk shalat, jadi sirna keinginan tersebut J. Soalnya selama di Taiwan (juga waktu di Hongkong), sangat sulit mencari tempat untuk shalat, bahkan untuk wudhu.

Enak sekali rasanya, shalat di pinggir pantai, hembusan angin pantai, sayangnya tidak bisa melihat sunset karena cuaca saat itu sedang tidak bagus. Saya juga tidak sempat berkeliling ke semua tempat di Sijihwan ini, saya hanya sempat sampai di Cijin Beach karena sampai disini sudah hampir maghrib, selesai shalat sudah gelap, tidak terlihat lagi pemandangan pantai. Hanya tarian air mancur yang bisa menjadi hiburan. Lalu, teman saya mendapat telepon dari Kevin yang meminta maaf tidak bisa mengantar kami ke night market karena sudah diminta pulang oleh ibunya. Mei guan xi Kevin, xie xie, zaijian.

Setelah puas jalan-jalan di Cijin Beach, kami langsung menuju tempat berikutnya yaitu Ai He atau Love River. Setelah bertanya ke beberapa orang, akhirnya kami bisa sampai juga disana dengan menggunakan bis yang juga searah dengan Kaohsiung Main Station. Sampai di Ai He sudah malam jadi mulai sedikit dingin tapi masih kuat lah karena tidak sedingin di Chiayi apalagi Alishan. Ai He, sebenarnya tempatnya biasa tp memang suasananya romantis, pantes aja dinamakan Ai He alias Love River, cocok buat yang lagi bulan madu :). Disini banyak restoran, lalu ada wisata air dengan menggunakan perahu untuk keliling sungai yg panjang sekali (biaya yang dikenakan sebesar 80 NT per org). Tapi kami tidak jadi mencoba wisata air tersebut karena antriannya panjang sekali. Akhirnya kami hanya mencari tempat duduk di pinggir sungai sambil menikmati makan malam.

Hari yang sudah malam, sementara kami harus ke Taipei karena besoknya saya harus kembali lagi ke Hongkong, akhirnya kami pun memutuskan untuk langsung menuju Kaohsiung Main Station (tidak jadi membeli souvenir di night market). Setelah mengambil koper, kami pun langsung mencari tiket kereta ke Taipei, ternyata kereta terakhir ke Taipei sudah lewat, akhirnya kami mencari bis dan Alhamdulillah kami dapat bis ke Taipei yang berangkat jam 22.00. Di perjalanan, karena sudah lelah kami pun tertidur, diperkirakan kami akan sampai Taipei jam 3 pagi.

to be continued...

No comments:

Post a Comment