Thursday, January 01, 2009

Taiwan (Day 1)

Taiwan, ini adalah salah satu Negara yang dari dulu ingin saya kunjungi. Desember 2008 lalu saya bersama SNADA dan Rina Gunawan Alhamdulillah mendapat kesempatan berkunjung ke Hongkong untuk mengisi acara Pelangi Muslimah Hongkong. Bagi Snada, ini adalah kali kelima mereka pergi ke Negara yang terkenal dengan sebutan Hutan Beton itu, sementara bagi saya dan teh Rina, sapaan akrab untuk Rina Gunawan, ini adalah kali yang pertama. Begitu ada kepastian berangkat, saya langsung terpikir, kenapa tidak sekalian saja ke Taiwan, bukankah jarak Hongkong – Taiwan cukup dekat sehingga bisa menghemat biaya tiket dan biaya fiskal (mumpung lagi di luar Indonesia, sayang kalo cuma berkunjung ke satu Negara J) dan kebetulan ada teman yang sedang kuliah S2 di sana. So…let’s go to Taiwan.

Bandara Hongkong

Jadi, begitu acara di Hongkong selesai, Snada dan teh Rina pulang ke Jakarta, Saya melanjutkan perjalanan ke Taiwan. Walaupun agak sedikit nekat, namun keinginan yang sangat untuk mengunjungi tempat yang terkenal dengan sebutan Negara Formosa tersebut membuat saya memberanikan diri untuk pergi ke sana sendirian. Berhubung baru pertama kali ke Hongkong, hampir saja saya ketinggalan pesawat ke Taipei. Ternyata bandara Hongkong itu luas banget dan rame, emang bener deh kalo orang bilang bandara Hongkong itu bandara tersibuk di dunia.

Pesawat ke Taipei ada di gate 33, boarding jam 15.00, saya pikir tempatnya tidak terlalu jauh karena saya sudah mengecek dimana pintu masuknya berada, jadi setelah check in saya makan siang dulu, baru jam 14.30 saya masuk ke tempat boarding, Subhanallah…ternyata di bagian imigrasi antrian panjang sekali, wah bisa telat nih. Tas saya pun melewati pemeriksaan yang sangat ketat, sampai harus mengulang 3 kali melewati sensor karena petugasnya penasaran, saya jadi berpikir, memangnya saya bawa benda berbahaya apa sampai harus 3 kali diperiksa.

Setelah melewati pemeriksaan, saya terpaksa sedikit berlari sambil menarik koper, ternyata saya harus turun 2 lantai, setelah itu masih harus naik kereta (Subhanallah di dalam bandara ada keretanya juga, baru sadar kalo bandaranya luas banget), mana ketinggalan kereta, di papan pengumuman sudah final call untuk pesawat ke Taipei, bikin panik dan berdoa jangan sampai ketinggalan pesawat. Alhamdulillah 3 menit kemudian ada kereta lagi, turun dari kereta harus naik 1 lantai, dan akhirnya sampai juga di gate 33, dan ternyata masih antri untuk masuk ke pesawat, Alhamdulillah tidak jadi ketinggalan pesawat J.

Day 1 in Taiwan

Pemandangan dari pesawat menuju Taiwan…Subhanallah bagus banget deh, biasa… tidak pernah lupa untuk mendokumentasikan setiap view yang bagus-bagus. Sebenarnya takut ketinggian, tapi demi melihat dan mendapatkan hasil foto yang bagus, harus dilupakan sejenak phobia ketinggiannya. Di sebelah saya ada seorang wanita yang memang orang Taiwan, dia sangat ramah dan baik. Namun, dia bilang bahasa Inggrisnya tidak bagus, jadi saya tidak bisa banyak bertanya tentang Taiwan padanya, kami hanya bicara seadanya karena bahasa Mandarin saya pun terbatas J.

Kemudian, makanan pun tiba, padahal sebelum berangkat sudah lunch di airport, tapi mungkin karena udara yang dingin jadi bikin cepet laper J. Menunya adalah chicken sandwich, tapi tanpa saus, waduh mana saus yang saya bawa dari Indonesia sudah habis sewaktu di Hongkong dan tadi tidak sempat beli lagi di Chandra minimart (warung Indonesia di Hongkong gitu deh), susah deh kalau ke Cina, pada ngga doyan pedas kali ya, susah banget cari saus sambal, ada sih di beberapa tempat yang jual tapi rasanya aneh, kurang sreg lah di lidah kita orang Indonesia. Mana enak makan sandwich tanpa saus, tapi terpaksa lah dimakan, lagi laper meskipun agak sedikit eneg J.

Akhirnya, sampai juga di Taoyuan airport, sudah hampir maghrib, kesan pertama yang saya rasakan, Taiwan begitu sepi tidak seperti di Hongkong yang seperti lautan manusia, semakin malam semakin banyak manusia keluar untuk sekedar jalan-jalan. Bandara juga sepi dan tidak seluas bandara Hongkong tentunya. Taiwan lagi gencar-gencarnya meningkatkan tourismnya, jadi di bandara pun banyak billboard yang memajang foto artis-artis Taiwan. Terutama foto F4 (yang terkenal lewat drama seri Meteor Garden itu lho, yang jadi fenomenal banget dan membuat Negara Taiwan terkenal dimana-mana), yang memang jadi duta pariwisata di Taiwan. Bahkan Taiwan pun sampai membuatkan sebuah drama seri yang diperankan oleh F4, judulnya Wish to See You Again (ini dia film yang bikin saya terprovokasi banget untuk datang ke Taiwan) dengan iklannya yang memakai F4 sebagai model dan tagline “Wish To See You in Taiwan”.

Di drama seri ini diperlihatkan tempat-tempat wisata Taiwan yang bagus-bagus banget, bikin kita tergoda deh untuk pergi ke sana, apalagi tempat yang namanya Alishan. Kayaknya Indonesia juga harus bikin film kayak gitu, biar bisa menarik wisatawan asing, secara tempat wisata di Indonesia lebih banyak dan tidak kalah bagus juga. Tapi, ceritanya juga harus bagus supaya orang-orang di luar negeri sana tertarik untuk nonton filmnya seperti film Taiwan tersebut. Akhirnya sampai juga di bagian imigrasi, lumayan mengantri, saya lihat beberapa turis yang datang ada yang dari Korea, Jepang, Inggris, dan saya dari Indonesia tentunya.

Berhubung lagi winter, udara di Taiwan dingin banget, lebih dingin dari pada di Hongkong, meskipun sudah mengenakan 2 jaket, tetap saja kedinginan. Begitu keluar dari bagian imigrasi, teman saya belum nampak batang hidungnya, lumayan lama menunggunya, saya pikir dia tak jadi menjemput, wah…harus melanglang buana sendirian nih di negeri antah berantah ini. Alhamdulillah, akhirnya dia muncul juga, Astri namanya. Sebelum ke asrama Astri, di National Chiayi University yang berada di daerah Chiayi (sekitar 5 jam dari Taoyuan), kami mampir dulu ke Taipei, karena jarak Taoyuan – Taipei lebih dekat (cuma 1 jam), supaya tak membuang waktu dan saya ingin sekali melihat Taipei 101 di malam hari. Akhirnya kami pun naik bis ke Taipei Main Station (Taoyuan –Taipei dengan menggunakan bis harganya sekitar 100 NT) untuk melanjutkan perjalanan ke Taipei 101 dengan MRT (kereta bawah tanah).

Loker di Taipei Main Station

Di Taipei Main Station disediakan loker untuk menaruh barang bawaan kita supaya tidak ribet dan bisa jalan-jalan dengan santai, wah asyik banget. Cukup membayar dengan uang koin (jumlahnya tergantung ukuran loker yang kita sewa, sekitar 20 – 100 NT), nah disini sudah ada alatnya, tinggal pilih loker nomor berapa, terus masukkan koin sejumlah harga yang tertera, tutup pintu lokernya (otomatis akan terkunci setelah kita masukkan koin), lalu kita akan dapat struk yang berisi nomor kode untuk membuka loker kita nanti. Tapi, sayangnya, loker ini hanya berlaku untuk 3 jam (setelah 3 jam, pintu loker akan terbuka dengan sendirinya), jadi kita harus kembali ke loker sebelum 3 jam, kalau masih ingin jalan-jalan lagi dan ingin menitipkan barang bawaan kita, ya harus bayar lagi untuk 3 jam berikutnya.

Setelah menitipkan koper, saya langsung mengajak teman saya ke tempat yang paling terkenal dan merupakan kebanggaan warga Taiwan itu, apalagi kalau bukan the world’s tallest completed building on earth since 2004 dengan ketinggian 509 m, Taipei 101 (yi ling yi) yang biasa saya lihat di drama seri Taiwan (akhirnya bisa lihat aslinya). Untuk sampai ke tempat ini, saya menggunakan MRT dan turun di Taipei City Hall dengan harga tiket 20 NT. Sebenarnya, dari Taipei City Hall bisa menggunakan bus atau ada juga free shuttle bus yang memang disediakan gratisan oleh pihak mall sebagai service mereka, namun saya dan teman saya memilih untuk berjalan kaki, karena ingin mengambil foto keseluruhan gedung dari bawah sampai atas (jadi harus mengambil foto dari tempat yang lumayan jauh dari gedungnya), sekaligus foto-foto di beberapa tempat dalam perjalanan ke Taipei 101.

Taipei 101

Gedung ini memang sangat menarik (terutama di malam hari), jika kita naik ke lantai 89 akan terlihat pemandangan seluruh Taipei. Untuk naik ke Taipei 101 ini, kita harus membayar sekitar 500 NT, itu pun baru sampai ke lantai 89, untuk naik ke lantai 90 ke atas harus membayar lagi di lantai 89 sebesar 100 NT. Wow, harga yang lumayan, harga barang-barang di Taipei 101 ini juga relative mahal. Oiya, gedung ini tutup jam 22.00, jadi kalau kita mau lihat pemandangan Taipei dari atas gedung ini jangan datang terlalu malam, sayang kan kalau udah jauh-jauh datang kesini tapi udah tutup atau sebentar lagi mau tutup, jadi tidak bisa berlama-lama di atas.

Taipei 101 memiliki keunggulan yaitu fiber optik dan hubungan internet satelit yang dapat mencapai kecepatan 1 gigabyte per detik, makanya gedung ini menjadi salah satu pencakar langit yang paling maju yang pernah dibuat sampai sekarang. Toshiba telah menyediakan dua lift tercepat di dunia yang dapat mencapai kecepatan maksimum 1.008 meter per menit (63 km/jam atau 39 mil/jam) dan mampu membawa pengunjung dari lantai dasar ke lantai pengamat di lantai 89 dalam waktu 39 detik. Sebuah pendulum seberat 800 ton dipasang di lantai 88, yang menstabilkan menara ini terhadap goyangan yang timbul dari gempa bumi, angin topan maupun gaya geser dari angin. Wow, sungguh menakjubkan, Alhamdulillah bisa melihat langsung Taipei 101 yang terkenal itu.

Lost in Taipei Main Station (Dimana koperku???)

Setelah mengunjungi Taipei 101, saya kembali ke Taipei Main Station untuk mengambil koper saya yang tadi dititipkan. Niatnya sih mau langsung ke Chiayi, soalnya udah malam dan pengen cepet istirahat di bis. Namun, niat itu terpaksa buyar karena kami lupa dimana loker tersebut berada. Ternyata Taipei Main Station itu begitu luas dan temanku belum hapal betul daerahnya, alhasil kami harus keliling-keliling mencari letak loker tersebut (mana kaki udah pegel banget habis jalan kaki pulang pergi ke Taipei 101). Tanya ke beberapa orang yang lewat, tak ada yang bisa bahasa Inggris, sementara bahasa mandarin kami pun pas-pasan, ya…ngga nyambung deh.

Alhamdulillah, akhirnya kami bertemu dengan seorang wanita cantik yang ramah, bernama Angela (nama cinanya tidak hapal he…he..he..) yang bersedia membantu kami dan bahkan menemani kami sampai ke loker tersebut, wah baik sekali. Akhirnya, ketemu juga tuh loker, Alhamdulillah, tak lupa berterima kasih juga kepada Angela dan tukeran nomor telepon tentunya (siapa tau kita lupa lagi letak lokernya he..he..), xie xie Angela. Setelah mengambil koper, kami langsung menuju terminal bis, sempat panik karena dipikir bis ke Chiayi sudah tidak ada lagi karena sudah jam 22.00, setelah mencari ke beberapa bis, akhirnya kami dapat juga bis terakhir ke Chiayi, harganya sekitar 300 NT.

National Chiayi University

Sampai di Chiayi jam 3 pagi, sepi banget karena emang termasuk daerah pedesaan. Udara yang sangat dingin, masih aja ada kejadian lucu, ternyata pagar asrama sudah ditutup, tak ada penjaga, tak ada orang lewat, kendaraan pun tak ada, tak bisa kemana-mana. Teman saya itu belum pernah pulang malam (selain memang tidak boleh juga sih karena kalau pulang malam bakal kena poin) jadi dia tidak tahu kalau pagar depan ternyata ditutup setelah jam 24.00. Sebenarnya udah niat mau manjat tembok (wah, bisa dikira maling nih), tapi tidak jadi he..he.. karena tidak pede. Di tengah kebingungan, tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di depan asrama, dan keluar lah seorang laki-laki. Teman saya pun langsung bertanya apakah dia mahasiswa sini, ternyata dia mahasiswa sini, sambil berjalan menuju pagar, mengeluarkan dompetnya, dan menempelkan ke alat sensor di dekat pagar, lalu terbuka lah pagar itu. Kami hanya bengong melihatnya, ternyata setelah ditanya, sebenarnya untuk membuka pagar itu bisa dengan kartu mahasiswa yang teman saya juga punya, Astri…please deh, kenapa tidak dari tadi, kan ga perlu sampai sok-sok an mau manjat tembok segala.

Teman saya itu memang baru tinggal di Taiwan sekitar 3 bulan, jadi wajar kalau belum paham seluk beluk disini. Perjalanan dari pagar utama ke asrama harus melewati beberapa gedung ruang kelas, gelap sekali, rada-rada takut sih soalnya cuma berdua, maklum selain takut ketinggian, takut gelap juga (banyak banget takutnya ya???). Gedung National Chiayi University memang gedung lama, dulunya adalah sekolah dasar yang kemudian dijadikan kampus, jadi tidak salah kalau bangunan ini terlihat tua, tapi meskipun gedung lama tetapi fasilitasnya cukup canggih, mulai dari pagar depan yang bisa dibuka dengan menggunakan kartu mahasiswa (modelnya mungkin seperti kartu Octopus di Hongkong atau seperti kartu flazz di Indonesia, tinggal tempelkan kartu ke sensor, bahkan tidak perlu mengeluarkan dari dompet, cukup dompetnya saja yang ditempelkan ke sensor), lalu lampu juga pake sensor, jadi lampu akan otomatis menyala begitu kita lewat, tapi rada-rada telat sih, lampunya baru nyala pas kita udah lewat jauh he..he..he.. akhirnya sampai juga di gedung asrama, tapi masih harus naik ke lantai 3 dan berhubung lift sudah mati jadi harus naik tangga deh, huhh cape bener. Dah gitu, ternyata di asrama ini lebih dingin lagi, langsung tidur aja deh J.

to be continued...

No comments:

Post a Comment